Sekitar lebih dari 425 tahun yang lalu, Guru Patimpus yang berasal dari dataran tinggi Tanah Karo Simalem
pergi menuju ke Tanah Deli yang penuh misteri. Guru Patimpus mengembara bukan tanpa suatu maksud tujuan. Melainkan sengaja ingin menguji batin dengan Datuk Kota Bangun, seorang ulama besar yang termasyhur.
Sosok Guru Patimpus Sembiring Pelawi lahir di Aji Jahe Kabupaten Karo. Ia dikenal sebagai pria gagah, santun
dan suka menolong. Semakin berilmu tinggi semakin rendah hati. Dalam tradisi masyarakat Karo, penisbatan
gelar kehormatan berdasarkan pembiasaan seseorang karena memiliki keahlian di bidang tertentu.
Penyematan gelar kehormatan “Guru” karena keahlian yang dimiliki Guru Patimpus. Dalam terjemahan bahasa
bahasa Karo, Guru adalah orang yang berpengetahuan mendalam dalam urusan ilmu gaib, peraji-aji racun,
katika ramal, tambar ilmu pengobatan, arif dan bijak, tahu adat, agama, dan ndikar mayan.
Adapun kata “Pa” dalam terjemahan dialek Karo merupakan penyebutan untuk laki-laki. Sementara “timpus” secara harfiah adalah kain yang dibungkus atau diikat di pinggang untuk bekal perjalanan seperti makanan dan ramuan obatan. Jadi, selain memiliki ilmuvbela diri yang sakti, Guru Patimpus juga senang melakukan perjalanan (trip journey) dan ia juga seorang
tabib (traditional healer).
Ketika semasa perjalanan dari Tanah Karo menuju Tanah Deli, Guru Patimpus Sembiring Pelawi ditemani oleh
perlanja sira (pemikul garam). Guru Patimpus dan perlanja sira turun gunung berjalan menyusuri aliran Lau
Petani, tepatnya di sekitar Deli Tua dan Namorambe yang alirannya menuju ke Sungai Deli. Guru Patimpus menemui berbagai situasi dan kondisi seperti hewan buas, siluman, lembah belukar, bukit,vpanas hujan, hal mistis dan jurang curam. Kesemua itu dapat dilalui oleh Guru Patimpus. Satu di antara senjata sakti Guru Patimpus adalah tungkat berbalut kain merah.
Tidak ada keterangan pasti apakah tungkat Guru Patimpus terbuat dari kayu, rotan atau bambu.
Dari perjalanan yang sangat berat akhirnya membuahkan hasil. Guru Patimpus bertemu dengan Datuk Kota
Bangun, seorang ulama berilmu tinggi. Setelah melaluivserangkaian uji batin, akhirnya Guru Patimpus mengakui
ketinggian ilmu Datuk Kota Bangun. Kemudian secara tulus Guru Patimpus mengucapkan syahadat memeluk
Islam. Sebelumnya Guru Patimpus adalahbpenganut Pemena (agama Karo kuno). Kemudian seiring bergulirnya waktu, Guru Patimpus tinggal untuk beberapa saat di Pulau Brayan sampai
akhirnya menyunting seorang gadis beru Tarigan anak dari Panglima Deli Tarigan Mergana. Barulah setelah
menikah, tahun 1590 Masehi Guru Patimpus membuka sebuah hutan lembah di kawasan di antara tepian dua
batang Sungai Deli dan Sungai Babura. Tempat tersebut dikatakan dianggap mada’an (baik). Sejak saat itu seiring waktu mada'an mengalami perubahan diksi hingga akhirnya menjadi Medan